Jumat, 20 Februari 2015

indahnya gunung sumbing


Gunung Sindoro dan Sumbing di Jawa Tengah sudah seperti gunung kembar yang membuat para pendaki jatuh cinta. Dari atas puncaknya dengan ketinggian di atas 3.000 mdpl, panoramanya bak Negeri Khayangan saja!

Terminal Cicaheum jam 16.30 menjadi awal perjalanan panjang kami menuju Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro yang berada di Wonosobo Jawa Tengah. Kurang lebih 11 jam kami terguncang di atas bis Budiman yang membawa kami lari menjauh dari Bandung menuju Wonosobo. Garut, Tasik, Ciamis, Banjar, Purwokerto adalah sebagian kota-kota yang kami lewati.

Kurang lebih pukul 03.15, bus Budiman yang membawa kami dari Bandung tiba di Terminal Mendolo, Wonosobo. Sambil menunggu teman-teman pendaki dari Cimahi dan Tangerang merapat, kami isi fajar itu dengan kopi hitam, cemilan dan canda juga sapa. Selesai shalat Subuh dan rombongan Cimahi merapat, kurang lebih pukul 6 pagi, kami bergeser menuju basecamp pendakian Gunung Sumbing di daerah Garung.

Setengah jam kami terguncang-guncang lagi diatas bis 3/4 yang membawa kami ke titik pendakian Gunung Sumbing di daerah Garung. Di basecamp pendakian Gunung Sumbing kami masih menunggu rekan lain dari Tangerang, mas Eka dan mas Anas.

Semakin siang, rombongan Tangerang belum juga merapat, setelah briefing dan doa yang dipimpin oleh komandan #KCL, kang Dicky Harisman, akhirnya pukul 11.00 kami putuskan untuk memulai pendakian Gunung Sumbing dan menunggu rekan dari Tangerang di Pos I.

Perjalanan menuju pos I dari Basecamp sangat berat kami rasakan, mungkin karena matahari saat itu berada tepat diatas kepala disertai trek jalan berbatu menanjak yang kami lewati. Hampir dua jam kami lahap trek berbatu basecamp menuju pos I. di Pos I kami tunggu rekan dari Tangerang merapat, kami isi dengan canda, kopi hitam dan cemilan.

Dari Pos I (Malim) - Pos II (Genus) kami mendapat kabar salah seorang rekan Tangerang tidak bisa melanjutkan perjalanan, hanya dua orang, kang Eka dan kang Anas dari Tangerang yang melanjutkan perjalanan. Kira-kira pukul 15.20 kami lanjutkan perjalanan menuju pos II (Genus).

Trek tanah menanjak disertai hutan yang lumayan rapat menjadi sajian kami didepan mata, sangat menantang. Selama perjalanan, kami disuguhi pemandangan luar biasa, lembah, tebing dan gagahnya Sindoro di belakang kami yang setia menemani Sumbing.

Satu jam lebih kami cumbu trek Pos I menuju Pos II. Insiden kang Oay meng-headshot- mang AIJ dengan tembakan telaknya, juga terjadi di pos II ini. Perjalanan dilanjutkan dari Pos II (Genus)-Pos III(Sedlupak Roto)-Camp. Waktu sudah menunjukkan pukul 17.00, Setelah kopi hitam, cemilan dan canda menjadi menu kami di pos II (Genus), trek tanah dan tanjakan tanpa ampun segera akan kami lewati menuju pos III, Sedlupak Roto.

Perjalanan pos II menuju pos III masih sama, trek tanah dan tanjakan tanpa ampun dan hiburan berupa sunset di sebelah kiri gunung Sindoro. Siang sudah diganti malam, langkah gontai masih saja menapaki tanjakan tanpa ampun pos III menuju tempat Camp, sesekali kami istirahat menengok kebelakang, hamparan lampu kota Temanggung dan Magelang terlihat jelas, mengobati rasa lelah kami.

Akhirnya kurang lebih pukul 20.00, kami tiba ditempat yang datar dan agak luas sebelum Pos Pestan, kami putuskan untuk membuka tenda dan beramalam disana. Suhu dingin, angin dan suasana malam yang syahdu menemani kami membuka tenda, memasak, makan malam dan menghirup kopi hitam, sesekali juga kami lemparkan pandangan kearah hamparan lampu-lampu kota Wonosobo, Temanggung dan Magelang di bawah kami

Ah, suasana yang tak akan kami dapatkan dan lupakan ketika kami di kota. Kira-kira pukul 22.00 kami putuskan untuk tidur, karena perkiraan jam 03.00 dinihari kami akan coba summit attack menuju puncak Gunung Sumbing.

Keesokan harinya perjalanan menempuh rute Camp-Pestan-Pasar Watu-Watu Kotak-Tanah Putih-Puncak Buntu -Puncak Kawah (Summit Attack). Kira-kira 03.00 dinihari, kami mulai summit attack menuju Puncak Buntu Gunung Sumbing, kali ini memang kami tidak mengejar sunrise di puncak, karena kami sadar dengan rasa lelah yang masih hinggap di tubuh kami, ditambah lusanya harus kembali mendaki Gunung Sindoro, summit attack kali ini dibawa santai.

Trek menanjak berpasir dan berbatu mengawali summit attack kami, cadas tanpa ampun! Kami lewati Pestan dan Pasar Watu dengan trek menanjak tanpa ampun disertai pasir dan batu. 05.00 kami tiba di Watu Kotak, kami putuskan membuang lelah, Shalat Subuh dan menunggu sunrise di Watu Kotak.

Setelah kami tanggalkan satu persatu tanjakan tanpa ampun Watu Kotak menuju Puncak, kurang lebih 07.30 akhirnya kami sampai ke Puncak Buntu Gunung Sumbing yang menurut papan penunjuk berada di ketinggian 3.371 mdpl. Saya pribadi bersama kang Nanda memutuskan untuk menuju ke Puncak Kawah terlebih dahulu sebelum kemudian bergabung bersama teman lain di Puncak Buntu. Foto, kopi hitam, cemilan dan canda juga sapa menjadi ritual kami di Puncak Buntu Gunung Sumbing, indah nian Indonesia ini.

Tuhan, kami terlalu berdosa untuk tidak berterimakasih atas nikmat ciptaan-MU ini. Kami lemparkan pandangan ke arah Gagah-Lembutnya Gunung Sindoro yang seolah melambaikan tangan kepada kami. Setelah foto-foto di puncak, packing di tempat camp lalu lanjut turun gunung +-13.00, menjelang Maghrib, kami sudah sampai ke Basecamp Gunung Sumbing.

Setelah minum kopi hitam, cemilan dan mandi, kami bergeser menuju Basecamp Gunung Sindoro, basecamp Gunung Sindoro yang kami pakai bukan basecamp sebenarnya yang ada di desa Kledung, akan tetapi setelah diskusi antara kang Dicky dan penduduk setempat di pos I (Malim) Gunung Sumbing, akhirnya kami putuskan untuk menyewa salah satu rumah penduduk (pak Hambali) untuk bermalam.

Setelah makan malam di rumah makan padang, malam itu di rumah pak Hambali kami isi dengan cemilan, kopi hitam dan canda. Tidak lupa ada Bang Rudi yang malam itu sedang berulang tahun, katanya yang ke-17. Ada juga bang Io, bang Asep, mamih Udung dan lainnya main kartu sampai dini hari. Dinihari sekitar pukul 04.00 bang Dede bersama pujaan hati 'bayangan' nya teh Teti bergabung di rumah pak Hambali.

Setelah mandi pagi, sarapan, dan packing ulang, sekitar jam 10.00 kami diantar oleh pak Hambali menggunakan mobil bak terbuka menuju titik pendakian Gunung Sindoro. Tatapan-tatapan lelah kang Dicky, saya (Motih), bang Nanda, bang Rudi, kang AIJ, teh Icha, teh Dian, teh Panca, kang Ferry, bang Irham, kang Oay, bang Bonie dan bang Yamin, menikmati ladang kol, tembakau yang berjejer rapi sepanjang perjalanan rumah pak Hambali sampai titik pendakian.

Setelah briefing dan stretching, kami mulai pendakian gunung Sindoro kira-kira pukul 11.00, trek menuju pos I dan pos II masih terhitung landai dan hutan memayungi kami, kami disambut kicauan burung-burung, seolah mengatakan 'selamat datang para pejuang alam, nikmati kami', ahhh begitu indah kami rasakan.

Adzan Dzuhur mengantarkan langkah gontai kami sampai di pos II, salat, kopi hitam dan cemilan juga mengisi keceriaan kami di pos II, tidak lupa foto bersama dengan pendaki lain di pos II. Kurang lebih pukul 13.00 WIB kami tapaki jalan yang mulai terjal menuju pos III. Hampir dua jam kami lewati untuk sampai pos III dengan trek tanah diselingi bebatuan yang menanjak dan hutan yang memayungi kami.

Tiba di pos III, tempatnya cukup terbuka dan sudah ada beberapa tenda berdiri di pos ini, kami langsung buka perbekalan yang telah disiapkan tadi pagi oleh istrinya pak Hambali, tidak sampai setengah jam kami sikat habis perbekalan tersebut, karena memang perut-perut kami sudah sedari tadi bergemuruh!

Setelah makan siang dan briefing, kami mulai lanjutkan perjalanan. Di depan kami terlihat terjalnya jalan setapak bebatuan yang akan kami lalui, cukup menantang! Di trek ini tanjakan tanpa ampun kami lalui, tentunya sebagai obat, kami disuguhi pemandangan yang luar biasa.

Ada pemandangan agahnya Gunung Sumbing tepat di belakang kami, Gunung Merbabu-Merapi-Lawu di kejauhan. Menjadi sajian istimewa khas gunung yang kami dapatkan, sungguh indah!

Adzan maghrib berkumandang mengiringi langkah kami mencari tempat berkemah, mungkin sekitar pukul 19.00 WIB baru kami dapatkan spot yang cukup untuk kami mendirikan tiga buah tenda, antara Hutan Lamtoro I dan Pos Batu Tatah. Angin menusuk tulang, sunset disebelah kanan belakang mengiringi kami mendirikan tenda, para Srikandi menyempatkan membuat air hangat untuk sekedar kopi hitam dan minuman hangat lainnya.

Tenda berdiri, masing-masing menentukan tempat tidur, Chef Dicky Harisman dan Co-Chef AIJ mulai beraksi. Walhasil nasi goreng kornet dan ikan asin tersaji di hadapan kami dan siap untuk ditampung oleh perut-perut kami yang kelaparan, mari makan semesta! Kopi hitam, berbatang rokok dan candaan menjadi pengantar tidur kami malam itu.

Selesai salat shubuh kami nikmati Sunrise dari tempat kami berkemah, indah, sungguh indah pagi itu, Sunrise menambah mesra dan indah sajian dipagi itu dengan latar Sumbing, Merbabu, Merapi dan Lawu. Kira-kira pukul 06.00 WIB kami mulai summit attack menuju puncak Gunung Sindoro, trek bebatuan menanjak tanpa ampun sampai puncakpun ada dihadapan kami.

Letih kami rasakan kaki ini menapak, jikalau bukan karena Sindoro yang selalu melambai pada kami, rasanya enggan untuk beranjak. Jikalau bukan karena indahnya Edelweiss yang selalu menemani kami, rasanya malas untuk bergerak, itulah Sindoro dengan segala kelembutannya.

Kurang dari pukul 08.00 akhirnya kami tiba di Puncak Gunung Sindoro di ketinggian 3.150 mdpl, desisan puncak gunung Sindoro dan bau belerang menyengat dari kawahnya menyambut langkah gontai kami di puncak. Ketika asa dan harapan itu hampir habis, puncak Sindoro telah kami Gapai.

Sujud syukur, foto, cemilan, canda dan sapa menjadi ritual kami di Puncak Sindoro pagi itu. Satu jam lebih kami berada di Puncak Sindoro. Enggan rasanya beranjak. Negeri khayangan Sindoro telah membuat kami jatuh cinta.